Senin, 24 Januari 2011

Dakwah


Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah Swt, dan Hadits Nabi Muhammad Saw :
ادْعُ إِلَ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَىْػِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَن
“ Serulah [ manusia ] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …….“ [ Q.S. An-Nahl 16: 125].
Dari ayart tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama‟ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain :
a. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
b. Metode mau‟izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.
c. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran. Demikianlah antara lain pendapat sebagaian Mufassirin tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda :
Yang artinya “Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].
Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;
a. Metode dengan tangan [bilyadi], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
b. Metode dakwah dengan lisan [billisan], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad‟u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
c. Metode dakwah dengan hati [bilqolb], yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad‟u dengan tulus, apabila suatu saat mad‟u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da‟I atau muballigh, maka hati da‟i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da‟i hendaknya mendo‟akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehar-hari.

b. Aplikasi Metode Dakwah Rasulullah
a. Pendekatan Personal; pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual yaitu antara da’i dan mad’u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima dan biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh mad’u akan langsung diketahui.
b. Pendekatan Pendidikan; pada masa Nabi, dakwah lewat pendidikan dilakukan beriringan dengan masuknya Islam kepada kalangan sahabat. Begitu juga pada masa sekarang ini, kita dapat melihat pendekatan pendidikan teraplikasi dalam lembaga-lembag pendidikan pesantren, yayasan yang bercorak Islam ataupun perguruan tinggi yang didalamnya terdapat materi-materi keislaman.
c. Pendekatan Diskusi; pendekatan diskusi pada era sekarang sering dilakukan lewat berbagai diskusi keagamaan, da‟i berperan sebagai nara sumber sedang mad’u berperan sebagai undience.
d. Pendekatan Penawaran; cara ini dilakukan Nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa paksaan sehingga mad‟u ketika meresponinya tidak dalam keadaan tertekan bahkan ia melakukannya dengan niat yang timbul dari hati yang paling dalam.
e. Pendekatan Misi; maksud dari pendekatan ini adalah pengiriman tebaga para da‟i ke daerah-daerah di luar tempat domisisli.[1]
c. Al-Quran Sebagai Pedoman Dakwah
Al Quran sebagai kitab petunjuk bagi seluruh manusia di sepanjang zaman. Luas bumi dan panjangnya masa diliputi oleh  cahaya matahari sedangkan cahaya petunjuk Al Quran bersinar selama kehidupan manusia berlangsung.  Allah swt dalam menjelaskan ruang lingkup risalah Nabi saw berfirman:”Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui”. Surat Saba` ,ayat 28. Dengan demikian risalah beliau saww dan Al Quran, ialah mendunia dan abadi. Umat beliau mencakup seluruh manusia, tidak terbatas pada kelompok tertentu.  Dalam surat Al Furqaan, ayat 1 dikatakan:   ”Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”. Kitab yang merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia mempunyai dua kriteria:
  1. Al Quran berbicara dengan bahasa dunia supaya dapat difahami oleh semua orang  dan tidak ada jalan  bagi mereka untuk beralasan bahwa bahasa Al Quran ialah tidak benar dan literaturnya asing bagi  mereka.
  2. Kandungan Al Quran berguna untuk semua orang laksana air yang merupakan unsur penyebab kehidupan segala makhluk hidup di sepanjang masa.
Berkenaan dengan pemahaman terhadap ilmu-ilmu Qurani, ia tidak bergantung pada kultur tertentu sehingga tanpanya, sampai kepada rahasia-rahasia Al Quran menjadi absurd.  Kultur juga bukan sebagai penghalang manusia untuk memahami pesan-pesan pentingnya. Dengan demikian satu-satunya bahasa sebagai faktor   keteraturan alam manusia ialah bahasa fitrah. Bahasa fitrah ialah kultur umum bagi semua orang di segala waktu. Setiap orang yang memahami fitrah, akan menggunakannya sehingga ia tidak bisa beralasan dengan mengatakan bahwa bahasa fitrah adalah aneh. Dalam surat Ar Ruum, ayat 30, dikatan:”  Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Kosakata dan literatur bukan merupakan maksud dari bahasa Al Quran dalam kajian ini. Sebab, jelas bahwa selain orang-orang arab tidak mengenal bahasa Al Quran sebelum mempelajari bahasa dan literaturnya. Berbicara dengan bahasa umum fitrah, ialah maksud dari bahasa Al Quran disini.  Manusia berbeda-beda dari sisi bahasa, literatur, budaya-budaya kesukuan dan iklim daerah akan tetapi dari sisi fitrah, mereka mempunyai kesamaan. Dengan bahasa fitrah inilah, Al Quran berbicara dengan manusia. Oleh karenanya bahasa fitrah sebagai bahasa yang dapat difahami oleh semua orang. Rasulullah saww diutus untuk seluruh suku  maupun kelompok  manusia dan berbicara dengan bahasa fitrah sehingga dimengerti oleh berbagai macam sahabat seperti Salman Al Farisi, Shuhaib Ar Ruumi, Bilal Al Habsyi, Uwais Al Qarni, Ammar dan Abu Dzar Al Hijazi. Dalam kitab Bihar Al Anwar, jilid 16, halaman 323 Rasulullah bersabda: Aku diutus untuk orang-orang yang berkulit putih, hitam dan merah. Beragamnya bahasa, suku, iklim, adab, tradisi serta aneka ragam faktor eksternal lainnya berada dalam naungan kesatuan fitrah manusia ini. Di dalam surat An Nahl, ayat 89, Allah swt berfirman:” Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Perkataan Al Qur`an dengan bahasa fitrah manusia dan difahaminya bahasa fitrah tersebut oleh semua orang, tidak berarti sama kadar pemahaman orang-orang terhadap Al Qur`an. Ilmu-Ilmu Al Qur`an memiliki banyak tingkatan dan setiap tingkatannya hanya dapat difahami oleh kelompok tertentu. Dalam kitab Bihar Al Anwar, jilid 75, halaman 278 dikatakan: Al Qur`an mempunyai empat sesuatu, yang pertama ialah penjelasan ( untuk kelompok awam), yang kedua, adalah isyarat ( untuk kelompok alim ), yang ketiga, ialah point-point penting ( untuk para wali ), yang keempat, adalah hakikat ( untuk para Nabi ).  Setiap orang memahami Al Qur`an sesuai dengan potensi dan kapasitasnya, adapun tingkatan  “Al Maknun” khusus untuk Rasulullah saw dan para Ahlul baitnya.  Meskipun Al Qur`an sebagai kitab yang internasional dan abadi, namun tidak semua orang mendapatkan hidayah untuk memanfaatkanya. Dosa, penyelewengan, keatheisan dan taklid batil kepada orang-orang dahulu, merupakan tirai penutup hati manusia dan sebagai penghalang manusia untuk merenung atas rahasia-rahasia Al Qur`an. Allah swt berfirman dalam surat Muhammad, ayat 24:” Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur`an ataukah hati mereka terkunci”. Hati yang tertutup tidak dapat ditembus oleh ilmu-ilmu Al Qur`an, adapun bagi mereka yang menjaga fitrahnya dari noda-noda dosa seperti sahabat yang bernama Shuhaib yang datang dari Roma, Salman Al Farisi yang datang dari Persia, Bilal yang datang dari Habasyah serta Ammar dan Abu Dzar yang datang dari Hijaz, mereka dapat memasuki ilmu-ilmu Al Qur`an. Sebab fitrah yang terjaga sebagai salah satu dari modal yang diperlukan untuk memanfaatkan  Al Qur`an. Walaupun seorang ilmuan matrealisme tatkala fitrah Tauhidinya terjaga dari penyimpangan, maka ia dapat menerima hidayah Al Qur`an. Sebab tirai keatheisan telah memadamkan cahaya fitrahnya sehingga ia tidak akan merenung tentang kebesaran Al Qur`an karena image bahwa Al Qur`an merupakan dongeng yang di buat-buat. Al Qur`an dapat difahami oleh semua orang dengan syarat bahwa mereka telah mengenal qaedah-qaedah bahasa arab dan ilmu-ilmu yang mendasari pemahaman terhadap Al Qur`an.


[1] http://sutisna.com/artikel/kependidikan/pendidikan-islam/lembaga-lembaga-pendidikan-islam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar